IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI PUBLIK DI KABUPATEN BANYUMAS (STUDI KASUS PADA BUS TRANS BANYUMAS)

Peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tidak seimbang dengan kapasitas
infrastruktur jalan di Kabupaten Banyumas telah menimbulkan berbagai persoalan, salah
satunya adalah kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan seperti Purwokerto. Sebagai
respons terhadap tantangan tersebut, Pemerintah Kabupaten Banyumas mengimplementasikan
layanan Bus Trans Banyumas melalui program Buy The Service (BTS), yakni layanan angkutan
massal berbasis jalan yang dikelola dengan dukungan subsidi operasional dan sistem
pembayaran non-tunai. Kehadiran Trans Banyumas tidak hanya dimaksudkan untuk
menyediakan moda transportasi publik yang aman dan nyaman, tetapi juga sebagai strategi
pengendalian pertumbuhan kendaraan pribadi serta peningkatan efisiensi mobilitas
masyarakat. Penelitian ini memfokuskan kajian pada efektivitas implementasi kebijakan
transportasi publik tersebut dalam konteks lokal Banyumas, menggunakan pendekatan teori
implementasi George C. Edwards III yang menekankan empat dimensi kunci: komunikasi,
disposisi, struktur birokrasi, dan sumber daya. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, dokumentasi,
dan observasi kepada pihak-pihak yang terkait, seperti Dinas Perhubungan Kabupaten
Banyumas, operator Trans Banyumas, pengemudi, dan pengguna layanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi antar pelaksana kebijakan sudah
berjalan cukup baik namun belum sepenuhnya menjangkau masyarakat secara luas. Disposisi
pelaksana menunjukkan komitmen yang tinggi, tercermin dari dukungan penuh Pemda
terhadap keberlangsungan Trans Banyumas. Struktur birokrasi telah ditunjang dengan SOP dan
pembagian peran yang jelas, meskipun masih terdapat pelanggaran di tingkat pelaksana. Dari
aspek sumber daya, meskipun SDM, informasi, dan fasilitas di dalam bus dinilai memadai,
namun sarana seperti halte masih belum sepenuhnya representatif. Oleh karena itu, perlu
adanya penguatan komunikasi publik, peningkatan pengawasan, serta pembenahan
infrastruktur pendukung agar implementasi kebijakan transportasi publik dapat berjalan lebih
optimal.